Posted by: alvianiqbal | October 4, 2013

Tanggapan untuk Dr. Helmi Basri

Tanggapan untuk Dr. Helmi Basri

الحمد لله العزيز العبيم، والصلاة والسلام الأتمان الأكملان على حبيبي سيد المرسلين وعلى آله وصحبه أجعين:

Saya ucapkan terima kasih kembali atas tanggapannya terkait tulisan Habib Mundzir.

Berikut ini adalah kelanjutan diskusi kita sebelumnya.

Jadi kita sepakat untuk tidak gampang mencap org kafir, syirik, dan pelaku bidah dholalah. Sebab perkara itu bukanlah perkara yg sederhana tapi perkara yg berbahaya sebagaimana di jelaskan oleh Imam Bukhari: “Siapa yang mengatakan kepada orang muslim “Kafir”, maka jatuh kepada salah satunya….” (HR. Al-Bukhari) teks Arabnya :

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا» رواه البخاري 15/328 رقم الحديث 6104

Bahkan di kitab hadisnya yang lain, Al-Adab Al-Mufrod beliau membuat atau memuat bab khusus tentang hukum orang yang berkata kepada saudaranya “Ya Kafir” 1/157.

Baiklah mari kembali ke titik permasalahan. Mari kita cari kebenaran dan membuang klaim yang paling benar.

Untuk sederhananya saya akan gunakan metode tanya jawab poin perpoin permasalahan yang kita diskusikan, sebagaimana berikut:

Maaf, perkataan anda:

1. “Namun pada saat yang sama saya juga tidak ingin membiarkan sesuatu yang salah (sepanjang pengetahuan saya) lalu dibela dengan alasan2 sastra, shalawat nariyah tersusun dari rangkaian kata bahasa arab yang juga harus dipahami dengan tatabahasa arab, dimana kita tidak memiliki kebebasan penuh mengartikannya sesuai dengan yang kita mau.”

JAWAB:

Perlu diketahui bahwa pencipta Shalawat Nariyah itu jauh lebih tahu dan paham bahasa Arab, kaidah dan sastranya ketimbang kita yg a’jami ini. yang baru kemarin sore belajar bahasa Arab.

2. “Dan satu hal lagi apakah pelaku shalawat nariyah itu memahami shalawat tersebut sesuai dengan makna yang disampaikan habib (almarhum) tersebut?”

JAWAB:

Saya sebagai pelaku sekaligus pembaca shalawat tersebut mengatakan bahwa saya memahami maknanya sebagaimana yang disampaikan Habib Mundzir rohimahullah. Sedangkan pelaku atau sopannya pengamal yang lain di seluruh dunia atau seindonesialah, silahkan jika berkenan ditanyakan sendiri. Kalau perlu diadakan survei dan wawancara biar tampak objektif dan ilmiah.


3. “Jika orang yang mengamalkan shalawat nariyah bersedia untuk merenung sejenak – berfikir sejenak saja dengan akal sehatnya – dia akan bisa menyimpulkan hal yang aneh mengenai shalawat nariyah.”

 JAWAB:

Saya pengamal shalawat tersebut setelah merenung sejenak dan berpikir sejenak dengan akal sehat saya, kesimpulannya tidak ada yg aneh dg shalawat nariyah. Karena kami memang bertawasul dg Rasulullah SAW. Yang terasa aneh itu justru mereka yang tidak menerima tawasul.

 
4. “Pertama, semua manusia yang bisa membaca telah sepakat bahwa shalawat nariyah tidak pernah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, tabiin, tabi’ tabiin, para ulama imam madzhab, maupun para ulama ahlus sunah yang menjadi sumber rujukan.”

JAWAB:
Jelas saja Shalawat Nariyah itu tdk pernah diajarkan Rasulullah, sahabat, tabiin, tabiit tabiin dan imam madzhab. Lha wong yang menciptakannya itu jauh dari zaman keemasan (salafus saleh). Ini bukan berarti menciptakan shalawat dilarang. Tolong datangkan ke kami hadis sorih atau ucapan Rasulullah, sahabat, tabiin, tabi’ tabiin, para ulama imam madzhab yang mengharamkan menciptakan shalawat?

Bahkan perlu diklarifikasi bahwa imam madzhab ada yg membolehkan menciptakan shalawat, seperti Imam as-Syafii, beliau menggubah atau menciptakan shalawat. Artinya beliau membolehkan. Imam Syafii itu bukan sekedar imam madzhab tapi juga muhaddis dan ulama ahlus sunnah yg menjadi sumber rujukan.

Berikut shalawat yang digubah beliau:

“فصلَّى الله على نبيِّنا مُحَمَّدٍ كلَّما ذَكَرَهُ الذَّاكِرُونَ، وغَفَل عن ذِكْرِهِ الغافِلُونَ . وصلَّى الله عليه في الأوَّلين والآخرين، أفضلَ وأكثرَ  وأزكى ما صلَّى على أَحَدٍ من خَلْقِـهِ . وزكَّانا وإيَّاكم بالصَّلاة عليه، أفضلَ ما زكَّى أحدًا من أُمَّتِهِ بصلاته عليه. والسَّلام عليه ورحمةُ الله وبركاته . وجزاه الله عنَّـا أفْضَلَ ما جزى مُرْسَلاً عن مَنْ أُرْسِلَ إليه؛ فإنَّه أنقَذَنا به من الهَلَكَة، وجعلنا في خير أُمَّةٍ أخرجت للنّاس، دائنينَ بدينه الذي ارتضى، واصطفى به ملائكتَه ومَنْ أنعم عليه مِنْ خلقه، فلم تُمْسِ بنا نعمةٌ ظهرتْ ولا بطنتْ، نلنا بها حظًّا في دِينٍ ودُنْيا، أو دُفِعَ بها عنَّا مكروهٌ فيهما، أو في واحدٍ منهما: إلا ومحمَّدٌ صلى الله عليه سبَبُها، القائدُ إلى خيرها، والهادي إلى رُشْدِها، الذَّائدُ عن الهَلَكَة وموارد السَّوْءِ في خلاف الرُّشْدِ، المُنَـبِّـهُ للأسباب التي تُورد الهَلَكَة، القائمُ بالنصيحـةِ في الإرشاد والإنذار فيها . فصَلَّى الله على محمَّدٍ وعلى آل محمَّدٍ، كما صَلَّى على إبراهيم وآل إبراهيم، إنَّـه حميدٌ مجيدٌ“.  إهـ أوردها الإمام الشافعي في كتابهالرسالة  )ص 16 رقم 39 )

Kemudian, shalawat yang digubah oleh Imam asy-Asyafi’i di atas diikuti oleh para ulama lintas madzhab, khususnya pengikutnya (asy-asyafiiyah), serta mereka bertabaruk (mengambil berkah) dari shalawat tersebut dengan cara menyebutkannya dalam kitab-kitab karya mereka. Diantaranya Imam an-Nawawi, Imam As-Suyuthi dan Imam Al-Baihaqi (ahli hadis yang muktabar) dala mAd-Dalail dan dalam As-Sunan Al-Kubra.

Dari shalawat Imam Syafi’i di atas para ulama Mesir, Ahlus Sunnah Wal Jamaah khususnya Al-Azhar mempersingkat shalawat tersebut dengan:

اللهم صل أفضل صلاة على أسعد مخلوقاتك سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم، عدد معلوماتك، ومدد كلماتك، كلما ذكرك الذاكرون، وغفل عن ذكره الغافلون. 

Mereka melazimkan membacanya sebelum atau setelah mengaji. Dan shalawat ini dibaca ketika Tahlilan di nusantara yang dari masa ke masa menganut fiqih As-syafii.

 

5. “Kita sendiri tidak tahu, kapan pertama kali shalawat ini diajarkan. Yang jelas, shalawat ini dicetak dalam buku karya Al-Barzanji yang banyak tersebar di tanah air.”

JAWAB:
Nah, sepertinya akhinal fadhil Helmi Basri perlu meneliti (cari tahu) siapa dan kapan awal diciptakannya. Agar diskusi kita lebih ilmiah. Sekali lagi pastinya bukan di jaman Rasulullah, sahabat, tabiin…

 

6. “Nah.., jika deretan manusia shaleh yang menjadi sumber rujukan ibadah tidak pernah mengenal shalawat ini, bagaimana mungkin ada embel-embel fadhilah & keutamaannya. Dari mana sumber fadhilah yang disebutkan? Amalannya saja tidak pernah dikenal di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, bagaimana mungkin ada fadilahnya?? Ini jika mereka bersedia untuk berfikir.”

JAWAB
Fadhilahnya itu ya dari pembacaan shalawat tersebut. Ya masak akal sehat kita tidak berpikir, membaca shalawat kok ga dapat fadilah dan keutamaannya. Sekalipun itu tidak diajarkan Rasulullah, yang namanya shalawat (pujian, syair) kepada kekasih Allah ya jelas ada fadhilah dan keutamaannya. Coba anda fikirkan ulang baik-baik sejenak saja.


7. “Kedua, beberapa orang ketika diingatkan bahwa shalawat nariyah tidak pernah dikenal dalam islam, dia berontak dan berusaha membela. Bila perlu harus menumpahkan darah, demi shalawat nariyah.”

JAWAB: 
Islam yang mana yg anda maksud? Apakah Islam itu hanya yang anda dan guru-guru anda pahami saja? Perlu diketahui bahwa yang menciptakan shalawat tersebut bukan sekedar orang islam tapi juga ulama.

Tentu kita akan membela dan memberontak jika amalan baik yg kita yakini kebenarannya anda usik. Sebagaimana anda tidak berkenan dan memberontak amalan yang kita amalkan karena tidak sesuai dengan yg anda pahami dan yakini.

Perkataan anda “Bila perlu harus menumpahkan darah, demi shalawat nariyah”. Jelas ini berlebihan. Tidak usahlah mubalaghoh atau hiperbola. Datangkan bukti, klo kita sampai rela menumpahkan darah. Orang Ahlus sunnah wal jamaah itu tidak mudah begitu saja menumpahkan darah, apalagi darah sesama muslimnya. Berbeda dengan kelompok2 ekstrim yang mudah saling mengkafirkan satu sama lain, seperti Khawarij, Syi’ah, Mu’tazilah, Murjiah, Jahmiyah, Wahabi dll.

Ahlussunnah Wal Jamaah harus berpikir dalam berjuang apalagi sampai menumpahkan darah. Kami lebih mengedepankan kerukunan dan menjaga ukhuwah—baik wathaniyah, basyariayah, Islamiyah—ketimbang menyulut api fitnah, perpecahan dan percekcokan.   


8. “Jika orang ini bersedia untuk berfikir dan merenung, seharunya dia malu dengan tindakannya.” 

JAWAB:
Kita tidak perlu berfikir dan merenung (karena para ulama sudah memikirkannya) apalagi harus malu dengan amalan yang kita melazimkannya (shalawat Nariyah dll). Seharusnya yang menyalahkan amalan ini yang malu. Cobalah berpikir ulang dan merenung dengan seksama.


9. “Saya ulangi, mereka yang membela shalawat nariyah, yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa shalawat nariyah tidak pernah dikenal oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. 
Lantas mengapa harus dibela-bela?”

JAWAB:
Apa salah kita membelanya? Yang kita permasalahkan adalah orang yang menyalah-nyalahkan apalagi menyesatkan pelakunya, sebagaimana dilakukan sebagian kelompok ekstrim. Tidak semua yang tidak disebutkan Rasulullah dan sahabatnya itu terlarang dan bidah (dholalah). Sudah kami jelaskan bahwa bidah ada dua. Dan itu bukan kami yang membaginya tapi Imam Syafi’i. Coba anda lihat seperti kitab Tabyin Kadzib al-Muftari karya al-Hafidz (pakar hadis) Ibnu ‘Asakir Hal. 103 tahqiq Dr. Ahmad Hijazi as-Saqo:

                قال الحافظ رحمه الله: فإن تمسك بقوله: “أظهرت بدعة” بعض أهل الجهالة فقد أخطأ. إذ كل بدعة لا توصف بالضلالة. فإن البدعة: هو ما ابتدع وأحدث من الأمور حسنا كان أو قبيحا، بلا خلاف عند الجمهور.

                 وقد أخبرنا الشيخ أبو المعالي محمد بن إسمعيل بن محمد بن الحسين الفارسي بنيسابور (نا) أبو بكر أحمد بن الحسين بن علي البيهقي (نا) أبو سعد ابن أبي عمرو (نا) أبو العباس محمد بن يعقوب (نا) الربيع بن سليمان قال: قال الشافعي رضي الله عنه: المحدثات من الأمور ضربان: أحدهما؛ ما أحدث يخالف كتابا أو سنة أو أثرا أو إجماعا. فهذه البدعة الضلالة. والثاني ما أحدث من الخير، لا خلاف فيه لواحد من هذا. فهذه محدثة غير مذمومة. وقد قال عمر رضي الله عنه في قيام رمضان: “نعمت البدعة هذه”. يعني أنها محدثة لم تكن، وإذا كانت فليس فيها رد لما مضى.

Artinya: “Alhafidz rahimahullah berkata: Jika dia berpegangan dengan perkataannya “Kamu telah membikin-bikin bid’ah” sebagian ahli ketololan maka dia telah salah. Sebab KULLU bid’ah tidak selalu disifati dengan kesesatan. Karena bid’ah adalah sesuatu yang dibikin-bikin baik itu perkara yang terpuji maupun tercela, tanpa ada khilaf menurut JUMHUR.”

 

Lalu al-Hafidz Ibnu Asakir membacakan riwayat sanad ke Imam Syafii…. “Mengkabari kepada kami Ar-Rabi’ bin Sulaiman (murid Imam as-Syafi’i) berkata: Berkata Imam as-Syafi’I Radiyallahu anhu: “Sesuatu yang dibikin-bikin itu ada dua macam: Salah satunya: Sesuatu yang baru yang menyalahi Al-Quran dan As-Sunnah atau Asar atau Ijma’. Maka ini merupakan bidah dholalah (sesat). Kedua: Sesuatu yang baru yang baik, dan tidak ada khilaf tentang satu ini. Maka ini adalah sesuatu baru (bid’ah/muhdasat) yang tidak tercela.

Sayyidina Umar Radiyallahu anhu berkomentar terkait Qiyamur Romadon: “Sebaik-baik Bidah adalah ini”. Artinya bahwa qiyamur romadon berjamaah itu hal yang baru yang tidak pernah dilakukan Rasulullah, kalau pernah dilakukan sebelumya maka hal itu tidak menyalahi yang sebelumnya (bukan bidah).”

 

10. Jika dia membela kalimat laa ilaaha illallah, dan memusuhi orang yang melarang membaca kalimat tauhid itu, ini perjuangan yang bernilai pahala. Karena kalimat tauhid adalah pembeda antara muslim dan kafir.”

JAWAB: 
Sudah jelas, semua orang mukmin paham hal ini. Sepakat.


11. “Tapi membela shalawat nariyah, apanya yang mau dibela? Apakah ini menjadi pembeda antara muslim dan kafir? Atau pembeda antara pengikut Nabi dan musuh Nabi?”

JAWAB:
Yang dibela adalah ketika ada orang yang menyalahkannya atau mengatakan bahwa shalawat tersebut bau syirik. Tentu Shalawat Nariyah tidaklah sama dengan kalimat tauhid. Namanya saja kalimat tauhid ya tentu beda dengan shalawat. Bukankah kalimat tauhid itu mengesakan Allah sedangkan shalawat adalah memuji Rasulullah?

 

12. Apakah dengan tidak membaca shalawat nariyah orang jadi berdosa? Apakah meninggalkan shalawat nariyah akan masuk neraka?

JAWAB:
Tidak ada dari Ahlus sunnah wal jamaah yang mengatakan demikian kecuali prasangka anda saja. Jelas orang yang tidak membaca shalawat tersebut tidak berdosa, apalagi sampai masuk neraka. Jadi jangan ikuti prasangka, sesunggunya prasangka itu tidak membawa kebenaran sedikitpun. Tentu anda hafal ayatnya.


13. “Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah mengenalnya dan tidak pernah mengamalkannya? Bukankah shalawat nariyah tidak pernah dikenal dalam islam? Ini jika dia bersedia untuk berfikir.”

JAWAB: 
Sudah kita katakan di atas bahwa bukan setiap yang tidak dikerjakan Rasulullah dan sahabat itu sesat. Lho kata siapa shalawat nariyah tidak dikenal dalam Islam. Seolah-olah Islam itu hanya yang anda pahami.

Perlu diketahui bahwa Shalawat Nariyah ini sudah diamalkan oleh jutaan umat Islam di seluruh dunia, misalnya Islam Indonesia, Islam Malysia, Islam Turki, Islam Maroko, Islam Tunisia, Islam Mesir, Islam Timbuktu, Islam Suriah dll. Tidak tahu kalau Islam di Saudi.

Lalu Islam yang mana yang tidak mengenal Shalawat Nariyah? Apakah semua Negara Islam yang disebutkan di atas bukan Islam? Mengamalkan shalawat nariyah berarti mengamalkan bukan ajaran Islam? Jelas ini keliru dan subjektif. Ini kalau anda berkenan berfikir dengan sehat.


14. “Ketiga, jika kita perhatikan, dalam shalawat nariyah terdapat beberapa bait yang maknanya sangat berbahaya. Pengkultusan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua kaum muslimin menghormati dan mencintai beliau. Namun apapun alasannya, sikap kultus kepada manusia siapapun, tidak pernah dibenarkan dalam islam.”

JAWAB: 
Mana bait yang membahayakan? Itu kan menurut kacamata anda membahayakan. Pengkultusan? Jangan ikutkan prasangka, demikian kata Alquran. Artinya kita Ahlus Sunnah Wal Jamaah tidak pernah mengkultuskan Nabi Muhammad sejajar dengan Allah, memberi manfaat dan mendatangkan mudhorot.

Kita ahlus sunnah wal jamaah itu hanya berwasilah atau bertawasul menjadikan Rasulullah sebab akan dikabulkannya doa-doa kita, digampangkannya urusan-urusan kita. Jangan anggap ini pengkultusan atau penyamaan derajat Muhammad sebagai hamba dengan Allah sebagai Tuhan. Jelas ini fitnah. Wa inna ad-dzonna la yughni minal haqqi syaian. (an-najm: 28)


15 “Allah ingatkan status Rasul-Nya kepada umat manusia, bahwa sekalipun beliau seorang nabi & rasul, beliau sama sekali tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan.

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ 

Katakanlah: “Aku tidak berkuasa memberikan manfaat bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al-A’raf: 188).

Kita perhatikan, Allah sampaikan bahwa Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia biasa, seperti umumnya manusia. Semua sifat manusia ada pada dirinya, sehingga sama sekali tidak memiliki kemampuan di luar batas yang dimiliki manusia. Beliau tidak bisa mendatangkan rizki, tidak mampu menolak musibah dan balak, selain apa yang dikehendaki Allah. Beliau juga tidak bisa mengetahui hal yang ghaib, selain apa yang Allah wahyukan. Hanya saja, beliau adalah seorang uturan, basyir wa nadzir, yang bertugas menjelaskan syariat. Sehingga beliau wajib ditaati sepenuhnya.”

JAWAB: 
Ini sudah jelas. Sepakat.

16. “Dalam shalawat nariyah, terdapat kalimat pengkultusan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang itu bertentangan dengan kenyataan di atas.

Lafadz tersebut adalah: تـُــنْحَلُ بِهِ العُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الحَوَائِجُ وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ 

Rincian: تنحل به العقد 

: Segala ikatan dan kesulitan bisa lepas karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

وتنفرج به الكرب 

: Segala bencana bisa tersingkap dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

وتقضى به الحوائج 

: Segala kebutuhan bisa terkabulkan karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

وتنال به الرغائب 

: Segala keinginan bisa didapatkan dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

Empat kalimat di atas merupakan pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika kita perhatikan, empat kemampuan di atas merupakan kemampuan yang hanya dimiliki oleh Allah dan tidak dimiliki oleh makhluk-Nya siapa pun orangnya. Karena yang bisa menghilangkan kesulitan, menghilangkan bencana, memenuhi kebutuhan, dan mengabulkan keinginan serta doa, hanyalah Allah. Seorang Nabi atau bahkan para malaikat sekalipun, tidak memiliki kemampuan dalam hal ini.”

JAWAB: 
Tampaknya anda salah paham sepertinya. Kita Ahlussunnah Wal Jamaah (ASWAJA) tidak pernah berkeyakinan seperti yang anda jelaskan di atas. Kita tidak pernah meyakini Nabi Muhammad mendatangkan manfaat, bisa mengabulkan keinginan, menyingkap bencana, bisa melepas kesulitan.

Semua yang anda rinci di atas dari shalawat nariyah adalah Allah yang melakukannya, Allah yang dapat mengabulkan hajat dll, sedangkan Nabi Muhammad hanya wasilah atau sebab dimana Allah berkenan mengabulkan doa-doa kita, menghilangkan kesusahan kita sebab bertawassul kepada Baginda Muhammad SAW.

Tawasul menurut Ahlus sunnah wal jamaah bukanlah pengkultusan. Jika menurut anda tawasul merupakan pengkultusan, berarti kita berbeda dalam hal ini. Maka tidak usah ngotot dipertentangkan, kita sama-sama mempunyai dalil yang kita yakini kebenarannya masing-masing. Tapi berbeda pandangan.


17. “Orang yang mengamalkan shalawat nariyah, apa bisa dia harapkan dari amal ini? Mengharapkan pahala? Pahala dari mana, sementara tidak pernah ada janji pahala, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat sendiri tidak pernah mengenalnya?

JAWAB:
Lho-lho…. yang memberi pahala atau tidak, yang menentukan itu Allah, bukan manusia seperti kita. Apa kurang jelas ayat yang menyuruh kita untuk bershalawat kepada Rasulullah? Jelas dalam membaca shalawat Nariyah kita mendapat pahala. Jadi Allah telah menjanjikan pahala. Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman bershalawatlah kepadanya dan bacalah salam dengan sungguh-sungguh salam.” (Al-Ahzab: 56).  Saya kira semua pecinta Rasulullah hafal luar kepala ayat tersebut.

Sesuatu yang tidak dikenal atau dilakukan Rasulullah dan sahabatnya bukan otomatis sesat dan tidak mendatangkan pahala. Di atas telah kita ulas hal tersebut, baca ulang perkataan Imam As-Syafi’I dan al-Hafidz Ibnu Asakir.


18. “Terlebih dalam shalawat nariyah terdapat kalimat yang membahayakan secara aqidah.”

JAWAB: 
Kalau shalawat nariyah dipahami dengan pemahaman anda tentu membahayakan aqidah. Tapi untungnya Ahlus sunnah wal jamaah tidak seperti itu. Kita tidak mengkultuskan Nabi. Tapi kita menjadikanya wasilah atau sebab (tawasul).


19. “Terkait dengan fadhilah yang disampaikan jika dibaca 4444x lalu ia akan memberikan banyak hal itu dari siapa?

JAWAB: 
Almarhum Gus Mik, yang terkenal sebagai waliyullah pernah menyatakan bahwa Ulama yang dekat kepada Allah itu ibarat dokter, mereka dengan melalui penelitian, belajar bertahun-tahun, membayar mahal-mahal kuliahnya, lalu disarjana dan menjadi dokter. Ketika ada orang sakit yang periksa ke dia, dokter memberikan resep ini dan itu setelah mendiagnosis pasien. Tidak ada pasien yang cerewet atau bertanya ke sang dokter: “Mengapa saya haru minum obat ini? 3X sehari, habis makan, tidak boleh makan yang asin-asin, pedas-pedas dll”.

Demikian analogi yang digunakan Gus Mik. Yakni bahwa ulama seperti Imam Al-Ghazali misalnya ketika memberikan resep kepada umat contohnya: “Bacalah ini dan itu selepas jumatan sebanyak ini dan itu” adalah karena beliau telah melakukan penelitian mendalam ibarat dokter. Bedanya kalau dokter urusan jasad, kalau ulama seperti Al-ghazali mengurusi hati dan rohani.

Demikian juga ketika ada ulama yang dekat kepada Allah telah melakukan “penelitian” rohani atau perjalanan salik yang pada akhirnya setelah mujahadah mereka mendapatkan bahwa siapa yang membaca shalawat nariyah 4444x maka akan dapat memberikan ini dan itu. Sekali lagi tentu yang memberikan itu Allah SWT tapi melalui pembacaan shalawat nariyah yang isinya tawasul kepada kekasih Allah Azza Wajalla.

Tidak semua fadilah itu harus dari Alquran dan Hadis. Dalam Islam masih banyak sumber yang dijadikan pijakan dan sumber hukum. Jangan terlalu sempitlah memandang Islam. Sehingga terkesan ektrem dalam beragama. Masih ada Qiyas, Ijma’ Ulama, Istihsan, Maslahah mursalah, Aqwalus sohabah dll.

Demikian juga perkataan ulama adalah rujukan umat. Bukankah Rasulullah bersabda Al-ulama warosatul anbiya? Ulama adalah pewaris Nabi.


20. “Tidak boleh mengamalkannya hanya dengan alasan tidak ada yang melarang.. syari`at ini punya siapa?

JAWAB: 
Lho kami malah balik bertanya memang syariat ini milik siapa? Bukankan selama tidak ada larangan membaca shalawat nariyah dari syariat? berarti amalan itu hukumnya boleh. Bukankah ada kaedah Alashlu fil asyya’ al-ibahah ma lam yadullu ad-dalil ada tahrimihi. Mengapa anda yang kemudian seolah-olah memiliki otoritas untuk melarang? Padahal jelas tidak ada larangannya baik di Al-Quran dan Hadis, Qiyas, ijma’ ulama atau dalil yg lain.


21. “Dan yang akan memberi pahala juga siapa? Jadi lakukan saja apa yang diperintahkannya biar dapat pahala.”

JAWAB: 
Siapa yang akan memberi pahala? Ya Tuhan Ahlus Sunnah wal jamaah, saya tidak tahu kalau tuhan anda? Ya maaf, itu pun kalau Tuhan kita berbeda. Tapi saya yakin Tuhan kita sama. Anda tidak usahlah menggurui umat dan ulama Ahlus sunnah wal jamaah (NU) dengan mengatakan “Jadi lakukan saja apa yang diperintahkannya biar dapat pahala.” Apa anda kira ulama-ulama ASWAJA sedunia (Katakanlah NU jika di Indonesia) tidak bisa membedakan antara khitob perintah dan larangan, Antara khitob makruh dan sunnah? Mana yang mendatangkan pahala dan mana yang mendatangkan dosa?

Lebih baik lakukan yang anda yakini kebenarannya maka kita juga sudah ratusan tahun mengamalkan keyakinan kita.


22. “Ibnu masud RA pernah berkata: kam min muriidilkhair lam yushibhu..”

JAWAB:
Perkataan Ibnu Masud RA yang anda nukil itu adalah riwayat Imam Ad-Darimi dalam Sunannya, saya tidak tahu derajat hadisnya dari para huffadul hadis tapi menurut Syekh Albani sahih.

Hadis yang lumayan panjang itu tepatanya berbunyi “Kam min muridin LIL KHOIR lam yushibhu–dalam riwayat lain–lan yushibahu”. Sayangnya konteks perkataan Ibnu Masud  tersebut diarahkan kepada kaum Khawarij. Jadi sepatutnya jangan samakan kami Ahlus sunnah wal jamaah dengan kaum Khawarij yang sifatnya sedikit-sedikit mengkafirkan orang lain, yang pemahaman Alquran hanya sampai kerongkongannya saja menyalahi pemahaman Rasulullah dan Sahabat dan para ulama. Berikut ini teks perkataan Ibnu masud sampai akhir dan komentar perawinya ‘Amr bin Salamah:

 …والذي نفسي بيده إنكم لعلي ملة هي أهدى من ملة محمد أو مفتتحوا باب ضلالة؟ قالوا: “والله يا أبا عبد الرحمن (ابن مسعود) ما أردنا إلا الخير”. قال: “وكم من مريد للخير لن يصيبه، إن رسول الله صلى الله عليه وسلم حدثنا: أن قوما يقرأون القرآن لا يجاوز تراقيهم، وأيم الله ما أدري لعل أكثرهم منكم.” ثم تولى عنهم. فقال عمرو بن سلمة: رأينا عامة أولئك الحلق يطاعنونا (يقاتلوننا) يوم النهروان مع الخوارج (سنن الدارمي:ج1/ص79).

Silahkan cek situsnya Salafi yang mengatakan bahwa perkataan (Ibnu Masud) di atas ditujukan ke Khawarij:

وأقول : لا يخفى على أدنى طالب علم سلفي أن هذه المقالة قالها ابن مسعود رضي الله عنه لقوم كان أكثرهم فيما بعد ممن طاعن الصحابة في النهروان مع الخوارج !

 http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/archive/index.php/t-17248.html

 نقول له: أنت قلت لنا مثلما قال الصحابة في الخوارج. وهذا غير جدير بالطرح إلينا.  والله أعلم بالصواب.

 Saya akhiri tulisan ini dengan shalawat gubahan Ibnu Masud RA yang sekaligus tanggapan untuk saudara Yusuf dan Dr. Helmi Basri :

 للَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَبَرَكَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ، وَإِمَامِ الْمُتَّقِينَ، وَخَاتَمِ النَّبِيِّينَ، مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ، إِمَامِ الْخَيْرِ ، وَقَائِدِ الْخَيْرِ ، وَرَسُولِ الرَّحْمَةِ، اللَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا يَغْبِطُهُ بِهِ الْأَوَّلُونَ وَالْآخِرُونَ، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ .

المخرجون: (رواه عبد الرزاق في المصنف رقم 3109، ابن ماجة في سننه، رقم 906، أبو يعلى في مسنده رقم 5267، والطبراني في المعجم الكبير  9/115، وأبو نعيم في الحلية 4/271، والبيهقي في شعب الإيمان 2/208، والشاشي 2/89، والقاضي إسماعيل في فضل الصلاة على النبي رقم 61)

 التخريج: وحسنه الحافظ البوصيري في إتحاف الخيرة المهرة 6/167، وحسنه أيضا الحافظ السيوطي في تحفة الأبرار بنكت الأذكار ص.14.

 

Mohon maaf, jika ada kata yang kurang berkenan. 

Hormat saya, akhukum fillah,

 

Alvian Iqbal Zahasfan

Rabat, 3/10/2013

 


Responses

  1. Subhanallah diskusi yang hangat dan mencerahkan….mga tambah berkah semuanya….amin ya Rabb.


Leave a comment

Categories