Posted by: alvianiqbal | June 11, 2009

TAKHRIJ HADIS JARIYAH

TAKHRIJ HADIS JARIYAH

Oleh Alvian Iqbal Zahasfan*

Salah satu dalil yang acap kali dijadikan hujjah (argumentasi) di dalam forum ilmiah oleh kelompok Wahabi dalam menisbatkan tempat dan arah bagi Allah adalah hadis yang terkenal di kalangan teolog dengan Hadis Jariyah (Hadis tentang budak perempuan).

Hadis jariyah ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (w. 261 h) dalam kitab Shahihnya. Kronologi hadis ini menceritakan seorang majikan yang mempunyai kafarat (denda) memerdekakan budak perempuan (jariyah) mukminah (yang beriman/beragama Islam) datang kepada Nabi Muhammad untuk meminta Nabi menanyai (mengetest) jariyah tersebut apakah ia seorang budak yang beriman atau tidak. Kemudian Nabi bertanya kepada jariyah: Aina Allah? (Di mana Allah?) Jariyah menjawab: Fis Sama’ (Di langit-secara makna harfiyah.pen-) Nabi bertanya lagi: Man Ana? (siapa saya?) jariyah menjawab: Anta Rasulullah (Anda utusan Allah), lalu Nabi berkata kepada majikannya: A’tiqha! Fainnaha Mu’minah (Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia telah beriman).

Status hadis riwayat Imam Muslim di atas menurut Muhaddis (pakar hadis) Syekh Abdullah al-Harori Rahimahullah (w. 1429 H/2008 m. di Bairut-Libanon) adalah dhoif (lih. as-Syarhul Qawim hal. 119-131 karya al-Harori, lih. an-Nujum as-Sariyah fi Ta’wil Hadis Jariyah karya Syekh Jamil Halim al-Husaini, lih. juga al-Fawaid al-Maqshudah karya Syekh Abdullah al-Ghumari) karena dua sebab:

Pertama; Hadis ini mengandung Idhthirob (goncangan/kekacauan/pertentangan-secara bahasa.pen-) atau disebut Hadis Mudhthorib yakni hadis yang matan (kandungan makna hadis) atau sanadnya (transmisi perawi hadis) berbeda-beda dan saling bertentangan yang tidak dapat dijama’ (dikompromikan) dan harus ditarjih (diunggulkan salah satu riwayat yang ada) namun masing-masing redaksinya mempunyai kemiripan satu sama lain. Imam al-Iraqi (w. 806 h) berkata dalam Alfiyahnya: Wal idhthirabu yujibu ad-dha’fa “Idhthirab meniscayakan kedhoifan dalam hadis”. Sedangkan Hadis dhoif tidak dapat dijadikan hujjah dalam masalah akidah. Syekh Umar/Thoha bin Muhammad bin Futuh Al-Baiquni Rahimahullah (w. 1080 h/1669 m) berkata dalam al-Mandzumah al-Baiquniyyah: Wa dzukhtilafi sanadin aw matni mudhthoribun ‘inda uhailil fanni “Hadis yang sanad atau matannya berbeda-beda adalah hadis mudhthorib menurut ulama hadis”.

Setidaknya ada empat redaksi riwayat yang berbeda:

  1. Riwayat Muslim (w. 261 h) dalam Shahihnya, Abu Daud as-Sijistani (w. 275 h) dalam Sunannya, Abu Daud at-Thayalisi (w. 204 h) dalam Musnadnya, an-Nasa-i (w. 303 h) dalam as-Sunan al-Kubranya, at-Thabarani (w. 360 h) dalam al-Mu’jam al-Kabirnya, Ibnul Jarud (w. 299 h/911 m) dalam al-Muntaqonya, Ibnu Hibban (w. 321 h) dalam Shahihnya, Ibnu Abi Syaibah (w. 235 h/849 m) dalam Musnadnya dll dari Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami dengan redaksi : Aina Allah?Qalat: Fis Sama’ “Di mana Allah? jariyah menjawab: di langit (secara makna dzahir)”. Sedangkan riwayat al-Harowi (w. 509 h) dalam Kitab al-Arbain fi Dalailit Tauhid dari Ibnu Abbas: Aina Allah? Fa asyarat ilas sama’ “di mana Allah? jariyah menunjuk ke langit”.
  2. Riwayat al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra dari as-Syarid bin Suwaid ats-Tsaqafi: Man Biki? Qalat Allah “Siapa yang bersamamu? Jariyah menjawab: Allah”.
  3. Riwayat al-Baihaqi dalam kitab as-Sunan al-Kubra dari ‘Utbah: Man Rabbuki? Faqalat: Allah “Siapa Tuhanmu? jariyah menjawab: Allah”.
  4. Riwayat Malik dalam al-Muwatha’ dari Ubaidillah bin Abdillah bin ‘Utbah bin Mas’ud: A-tasyhadina an la ilaha illallah? Qalat Na’am “Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah? jariyah menjawab: Ya”.

Semua riwayat yang tersebut di atas setelah dipertimbangkan oleh beberapa ulama kritikus hadis seperti al-hafidz al-Haitsami (w. 807 h) dalam kitabnya Majma’ az-Zawaid (Juz. 1, Hal. 23) maka yang diunggulkan adalah hadis riwayat Imam Malik rahimahullah (w. 179 h). Karena riwayat Imam Malik (w. 179 h) sesuai dengan atau tidak menyalahi Ushulus Syariah (prinsip-prinsip ajaran Islam/Rukun Islam). Yakni diantara prinsip ajaran Islam adalah seseorang yang hendak masuk Islam, ia harus mengucapkan dua kalimat syahadat bukan yang lain.

Riwayat lengkap Imam Malik sebagaimana berikut: Faqala laha rasulullah: Atasyhadina an la ila ha illallah? Qalat: Na’am. Qala: Atasyhadina anni rasulullah? Qalat: Na’am. Qala: Atu’minina bil ba’tsi ba’dal maut? Qalat: Na’am. Qala: A’tiqha “Rasulullah bertanya kepada budak perempuan itu (jariyah): Apakah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah? Budak itu menjawab: Ya. Rasulullah bertanya lagi: Apakah kamu bersaksi bahwa aku utusan Allah?’ jariyah menjawab: Ya. Rasulullah bertanya kembali: Apakah kamu mempercayai adanya hari kebangkitan setelah kematian? Jariyah menjawab: Ya. Rasulullah lalu berkata kepada Majikannya: Merdekakanlah ia”.

Kedua: Hadis riwayat Imam Muslim rahimahullah mengandung ‘illat (Ma’lul) yaitu menyalahi Ushulus Syari’ah. Hadis Imam Muslim secara makna dzahirnya menyalahi Hadis Mutawatir Muttafaqun Alaih (Riwayat al-Bukhari dan Muslim). Menurut ilmu Mushtholahul Hadis; Setiap hadis yang menyalahi Hadis Mutawatir hukumnya bathil.

Hadis Mutawatir yang dilawan oleh riwayat Muslim adalah; Umirtu an Uqotilan Nasa Hatta Yasyhadu an la ilaha illallah wa anna Muhammadar Rasululloh “Saya diperintahkan untuk memerangi umat manusia sampai mereka mengucapkan dua kalimat syahadat”. Riwayat Muslim yang dinyatakan menyalahi prinsip agama dipahami dari bahwa seseorang dapat dikatakan muslim/mu’min apabila ia mengucapkan dua kalimat syahadat bukan dengan mengucapkan Allah fis sama’ (Allah berada di langit).

Apabila ada yang mempertanyakan (protes); Bagaimana anda berani menyalahkan/mendhaifkan hadis riwayat Muslim dalam shahihnya! Bukankah semua hadis riwayat Muslim dalam kitab Shahihnya adalah Shahih? Kita jawab: Bala, Benar. Tapi itu menurut sebagian ulama, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnus Shalah (W. 643 H) yang kemudian dipopulerkan oleh Imam An-Nawawi (w. 676 h); Ashah-hu kutubin ba’da al-Qur-an Shahihul Bukhari wa Muslim (Kitab yang paling sahih setelah Alquran adalah Kitab Shahih al-Bukhari dan Kitab Shahih Muslim).

Lebih lanjut kita jawab bahwa riwayat Muslim di atas di kalangan ulama hadis masih diperdebatkan. Ada yang menilai dhaif dan ada yang menilainya shahih. Bagi yang mengatakan shahih seperti Imam Nawawi (w. 676 H/1277 M) dalam Syarah Shahih Muslim (Juz. 5 Hal. 24-25) maka ia mentakwilnya agar tidak menyalahahi Hadis Mutawatir dan sesuai dengan ushulus syariah. Yakni pertanyaan ‘Aina Allah? diartikan sebagai pertanyaan tentang kedudukan Allah bukan tempat Allah, karena aina dalam bahasa Arab bisa digunakan untuk menanyakan makan (tempat) dan juga bisa digunakan untuk menanyakan makanah (kedudukan/derajat). Jadi maknanya; “Seberapa besar pengagunganmu kepada Allah?”. Sedangkan jawaban Fis Sama’ diartikan dengan uluwul kodri jiddan (derajat Allah sangat tinggi).

Adapun bagi ulama yang mendhaifkan seperti al-Imam Al-Baihaqi (W. 458 H) dalam kitabnya as-Sunan al-Kubra (Juz. 7, Hal. 378-388) dan al-Asma’ wa as-Shifat (Hal. 422, ditahqiq oleh al-Muhaddis Syekh Muhammad Zahid al-Kautsari al-Hanafi), al-Muhaddis Syekh Abdullah al-Ghumari (W. 1413 H/ 1993 M) dan al-Muhaddis Syekh Abdullah Al-Harori dan al-Muhaddis Syekh Muhammad Zahid al-Kautsari dalam kitabnya Takmilah ar-radd ‘ala nuniyah ibnil qayyim (hal. 94). Mereka berpendapat hadis riwayat Muslim di atas Mudhtharib baik sanad maupun matannya dan disebabkan hadisnya ma’lul (cacat) karena menyalahi Ushulus Syari’ah. Yaitu orang dikatakan Muslim (beriman) ketika ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat bukan dengan mengucapkan Allah fis Sama’ (Allah di langit).

Menurut al-Muhaddis Syekh Abdullah al-Harori tidak semua hadis riwayat Imam Muslim itu Shahih. Ada beberapa hadis Muslim yang dikritik oleh ulama hadis (Muhaddisin) yang lain. Seperti Hadis; Inna abi wa abaka fin nar (ayahku dan ayahmu masuk neraka) didhaifkan oleh al-Hafidz as-Suyuthi (W. 911 H). Yang kedua Hadis bahwa pada hari kiamat setiap orang muslim akan memperoleh tebusan dari orang Yahudi dan Nashrani. Hadis ini didhaifkan oleh al-Imam al-Bukhari (W. 256 H). Yang ketiga hadis dari Anas bin Malik: Shallaitu khalfa Rasulillah wa Abi Bakr wa Umar fakanu la yadzkuruna bismillahir rahmanir rahim (Saya shalat di belakang Rasulullah, Abu Bakar dan Umar mereka semua tidak mengucapkan basmalah). Hadis ini didhaifkan oleh al-Imam as-Syafi’i (W. 204 H).

Kesimpulan

Dalam menanggapi status hukum (takhrij) hadis jariyah, ulama terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama mendhoifkan dan kelompok yang kedua menshahihkan.

Alasan kelompok pertama adalah karena hadis jariyah mengandung idhtirab pada sanad dan matannya (Hadis Mudhtharib). Alasan yang kedua adalah karena hadis jariyah mengandung illat (Ma’lul), yakni mukhalafah ushul asy-syari’ah (menyalahi pokok ajaran Islam) dan mukhalafah al-hadis al-mutawatir (menyalahi hadis mutawatir).

Sedangkan bagi kelompok kedua yang menshahihkan, mereka beralasan bahwa semua hadis yang terdapat di dalam kitab Shahih Muslim hukumnya shahih sanadan wa matnan (baik sanad maupun matannya). Adapun sikap mereka dalam menyikapi hadis jariyah adalah dengan cara mentakwilnya bukan memahaminya secara dzahir sebagaimana pemahaman Wahabi. Wallahu a’lam bis showab


Responses

  1. Assalamu’alaikum

    Trus akhi…bahas juga tentang asma wasifat menurut ulama salaf juga…
    BAgaimana pemahaman sahabat dan ulma salaf tentang asma wa sifat…tahfidz atau takwil atau isbat dhohirnya…?

    • Salam, salam.
      Terima kasih Akhi antum telah baca artikelku. Semoga bermanfaat.

      Sebenarnya ulama sunni tidak ada yang membagi tauhid ada tiga. Yang mula-mula membaginya ada tiga adalah Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah dalam akidah dikenal tajsim dan tasybih (mempersonalkan Tuhan). Ia membagi tiga guna mengkafirkan mutawassilin (orang-orang yang bertawasul). Jadi, sekali lagi ulama ahlssunnah wal jamaah menyatakan bahwa tauhid hanya ada satu. Jika Tauhid ada tiga maka itu bukan tauhid, tapi taslis.

      Antum bisa buka kitab Al-akidah At-tohawiyah, tapi waspadalah dengan komentatornya (Ibnu Abil Izz) sebab ia adalah dzillu Ibni Taimiyah (bayangan/pengusung ideologi tajsimnya Ibnu Taimiyah). Carilah syarah akidah at-tohawiyah yang lain. Ada sekitar 15 pensyarah (komentator) Al-Akidah Ath-thohawiyah.

      Kembali ke pokok masalah, bahwa Uluhiyah, rububiyah dan Asma was sifat itu hanya pembagian yang dibuat oleh Ibnu Taimiyah. Tidak ada ulama sebelum Ibnu Taimiyah yang membagi Tauhid jadi 3. Apalagi di Zaman Rasulullah, sahabat, dan ulama salaf generasi pertama, kedua dan ketiga. Coba antum download kitab Naqd Taqsim al Tauhid ila uluhiyah wa Rububiyah (kritik terhadap pembagian tauhid uluhiyah dan rububiyah) karya Syaikh Yusuf al Dijawi al Azhari.

      Sedangkan dalam memahami ayat mutasyabihat, sebagaimana yang telah saya tulis dalam artikel. Bahwa ada 3 metode dalam memahaminya . Pertama, Tafwidh atau disebut juga Takwil Ijmali. Kedua, Takwil tafshili (menafsiri sesuai dengan kaidah). Ketiga, metode tajsim wa tasybih. Nah, metode yang terakhir ini yang dipake oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu Abil Izz dll (Wahabiyah).

      Dalil ayat yang menolak tauhid terbagi 3 berhamburan di Alquran. Di antaranya ayat yang mengisahkan; Saat Allah bertanya kpd roh, alastu birabbikum… qaalu balaa syahidnya…

      kalau ada anak kecil mati, ia masuk surga.

      karena mereka beriman dalam perjanjian primordialnya.
      Di sana Allah menanyakan; bukankah Aku Rabb kalian?

      artinya rubibiiyah yg ditanyakan…

      Sedangkan uluhiyah tidak ditanyakan..
      Sebab sudah termasuk di dalamnya.

      Coba antum baca juga tulisan saya MENGENALI KONSEP KETUHANAN WAHABI. Di sana saya membahas panjang lebar tentang Takwil.

      Jazakallah Khaira. Terima Kasih

  2. anehhh….

    Hadits Riwayat Muslim Dloif???

    Apakah jama’ah Ahli Hadits itu semua salah dan dia yang mendloifkan yang benar???

    kwkwkwkkwkw…..

    • Silahkan baca lagi artikel saya dengan ikhlas. Di sana Imam Nawawi penyarah Kitab Sahih Muslim mengatakan ada dua pendapat…

  3. menurut antum, dhoif atau sahih?

    • Bisa doif bisa juga sohih, saya ikut Imam Nawawi aja. terima kasih

  4. qoliilun minal ‘ulamaa…
    katsiirun minal khutobaa…>>itulah anda.
    please deh, berilmu sblm beramal wahai syaikh alvian.
    Alloh yahdiik

    • Salam.
      ما أكثر الجهلاء وما أقل العقلاء
      Syekhoh Aaisyah terima kasih doanya. Saya doakan juga semoga Anda mendapat hidayah Allah.
      Tidak usah pusing. Jika anda tidak setuju, silahkan kritik dengan tulisan yang ilmiah.
      Jika memang anda minal ulama saya tunggu TULISAN ILMIAHnya!
      Please deh jangan cuma bisa berkoar-koar, buktikan!
      Was salam

  5. Sebutkan ulama yang secara terang-terangan menyatakan hadits itu dlaif. Imam Baihaqi berkomentar di dalam kitabnya Al Asma` Wa Al Shifat[Imam Baihaqi, Al Asma` Wa Al Shifat, Al Maktabah Al Azhariyyah Li Al Turats, Kairo, hal.: 391.]:

    وهذا صحيح ، قد أخرجه مسلم مقطعا من حديث الأوزاعي وحجاج الصواف عن يحيى بن أبي كثير دون قصة الجارية ، وأظنه إنما تركها من الحديث لاختلاف الرواة في لفظه . وقد ذكرت في كتاب الظهار من السنن مخالفة من خالف معاوية بن الحكم في لفظ الحديث

    “Hadits ini adalah shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim secara terpotong dari hadits yang bersumber dari Auza`ie dan Hajjaj al Shawwaf dari Yahya bin Abi Katsir tanpa menyebutkan tentang kisah budak wanita. Saya mengira ia meninggalkan kisah budak wanita tersebut karena terjadinya perbedaan riwayat pada redaksinya dan saya juga menyebutkan hadits ini pada bab zhihar di dalam kitab sunan (al kubra). Riwayat yang ada berbeda dengan riwayat para periwayat yang bertentangan dengan riwayat Muawiyah Bin Hakam dari segi redaksi hadits.” Anda berkata : (((Adapun bagi ulama yang mendhaifkan seperti al-Imam Al-Baihaqi (W. 458 H) dalam kitabnya as-Sunan al-Kubra (Juz. 7, Hal. 378-388) dan al-Asma’ wa as-Shifat (Hal. 422, ditahqiq oleh al-Muhaddis Syekh Muhammad Zahid al-Kautsari al-Hanafi),))).. Hemm…… Apakah sudah dibaca dengan benar?

    • Salam.
      Baik akan saya baca Alang l-Asma’ Was shifat dari bbrp terbitan
      Terima kasih masukannya. Nanti akan saya kabari hasil pembacaam ulangnya.


Leave a comment

Categories